" Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca..."

Friday, April 27, 2007


Metode Enam Topi Berpikir

Sudah menjadi kebiasaan, Pak Joko sampai di rumah sudah pukul 10 malam. Istri dan kedua anaknya sudah dibuai mimpi, yang membuka pintu pun pembantunya. Dalam sebulan setidaknya hanya beberapa hari saja Pak Joko, seorang manager di perusahaan makanan ternama yang sedang berkembang bisa pulang agak “sore” sekitar jam 7 atau jam 8 malam. Selebihnya ia mesti mengikuti meeting bersama dengan para manager lain hingga larut malam, padahal pertemuan-pertemuan itu biasanya dimulai setelah makan siang, atau bahkan dari pagi. Kegiatan rutin tersebut menyiksa Pak Joko, selain kondisi fisiknya jadi menurun karena capek, waktu untuk bercengkrama bersama keluarganya “tercuri” dan ia khawatir anak-anaknya yang masih kecil tidak memiliki kedekatan lagi dengan ayahnya. Pak Joko teralienasi di rumahnya sendiri.
Sering kali meeting itu sendiri berlangsung lama dan berlarut-larut bukan karena membahas hal-hal yang krusial, waktu menjadi molor dikarenakan lebih banyak ngobrolnya daripada diskusinya. Kalaupun terjadi diskusi, yang terjadi adalah perdebatan saling menyalahkan dan bahkan cenderung saling menjatuhkan. Pak Joko jadi ingat ketika ia berkelahi dengan teman sepermainannya 30 tahun yang lalu kalau hal semacam itu terjadi. Waktu untuk rapat menjadi tidak efektif, pemimpin perusahaan yang juga ikut rapat terkadang mengeluh karena tidak mampu “mengendalikan” para managernya. Sebenarnya mereka orang-orang yang cerdas dan ide-idenya cemerlang. Namun kecemerlangannya lebih sering redup bila sedang “berkelahi” di ruang rapat. Ilustrasi semacam ini sudah menjadi hal yang umum di perusahaan-perusahaan muda yang sedang maju dan berkembang pesat. Karyawan-karyawannya yang relatif masih belia terkadang berlebihan dalam menyalurkan energinya.
Banyak cara untuk membuat sebuah rapat / meeting menjadi lebih efektif dan efisien dalam hal waktu. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode 6 topi berpikir. Metode ini diciptakan dan dipopulerkan oleh Edward De Bono, seorang Rhode Scholar di Oxford University sekaligus pengajar di Cambridge, London, dan Harvard.


Enam Topi Berpikir

Bono menganalogikan proses berpikir seperti seorang tukang kayu yang sedang bekerja, dalam bekerja seorang tukang kayu melakukan proses sebagai berikut :

1. Memotong
2. Menempelkan
3. Membentuk

Memotong adalah memisahkan satu bagian dengan bagian yang lain, dalam proses berpikir ini bisa disamakan dengan proses analisis, focus, pemilahan, dsb. Sedangkan menempelkan berarti menyatukan potongan-potongan yang sesuai, proses ini bisa dianalogikan sebagai koneksi, sintesis, pengelompokan, dsb. Kemudian proses membentuk adalah mengusahakan bentuk dari potongan yang sudah ditempelkan menjadi satu bagian yang sempurna sesuai dengan yang kita inginkan, analoginya dalam berpikir adalah menilai, membandingkan, memeriksa, dsb.
Metode enam topi berpikir hanyalah salah satu metode untuk membuat berpikir menjadi lebih efektif serta efisien dari sekian banyak metode yang ada. Seperti dalam kisah Pak Joko, karena proses berpikir masing-masing manager yang mengikuti meeting tidak efektif maka rapat berjalan dengan tidak efektif pula dan memakan waktu yang sangat lama untuk membuat sebuah kesimpulan. Dalam berpikir, kita sering mencoba melakukan terlalu banyak hal pada saat bersamaan. Saat mengungkapkan ide-ide baru, terkadang emosi kita ikut campur sehingga apabila ada kritik yang kita lakukan adalah tindakan defensif dan tetap menganggap bahwa ide kitalah yang terbaik. Apalagi apabila emosi yang mendominasi pikiran maka perbuatan kita akan sangat negaif.
Metode ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk membantu Pak Joko mengusulkan metode meeting yang efektif dengan menggunakan Enam Topi Berpikir. Proses awal yang harus dilakukan adalah, seperti Sang tukang kayu :

Memotong.
Dalam metode ini ada 6 topi dengan warna yang berbeda-beda. Setiap warna mewakili satu jenis kegiatan berpikir :
Topi Putih
Fakta, Angka-angka. Informasi apa yang kita punya ? Informasi apa yang kita cari ?
Topi Merah
Emosi, perasaan, intuisi. Bagaimana perasaan saya tentang masalah ini sekarang ?
Topi Hitam
Kehati-hatian, kebenaran, penilaian, pencocokan data. Apa yang datanya cocok ? Apakah akan berhasil ? Apakah aman ? Apakah bisa dilaksanakan ?
Topi Kuning
Sisi yang menguntungkan, manfaat, penghematan. Apa keuntungannya ? Mengapa ini baik dilakukan ?
Topi Hijau
Eksplorasi, saran-saran, ide-ide baru, tindakan alternatif. Adakah ide yang lain ?
Topi Biru
Helicopter view, menyimpulkan, pengendalian kegiatan berpikir. Sampai dimana kita sekarang ? Bagaimana langkah selanjutnya ?

Mengapa topi ? Karena topi ada di kepala, berhubungan dengan pikiran, mudah dipakai dan mudah pula dilepaskan. Proses memotong dan memilah ini membantu kita untuk lebih focus. Kita bisa memakai topi yang mana saja satu-persatu, melepas topi yang satu dan kemudian memakai topi yang lain secara berganti-ganti. Metode ini adalah metode untuk memusatkan perhatian kita pada aspek tertentu dalam berpikir.
Pakai topi berpikir untuk mengarahkan proses berpikir dalam sebuah diskusi. Pakailah topi hitam untuk menunjukkan apa ada yang keliru dengan ide-ide yang sudah ada.
“Pakailah topi merah anda dan katakan bagaimana perasaan anda saat ini, bila keputusan tersebut diambil…”
“Apa ada ide-ide baru ? Bagaimana kalau kita gunakan topi hijau untuk ini ?”
“Mari kita gunakan topi putih, apa fakta-fakta yang kita dapat ? Informasi apa yang sudah kita peroleh ?”
Terus gunakan proses ini untuk memilah-milah proses berpikir sehingga alur permasalahan menjadi jelas dan ada alternative solusi yang didapatkan (topi hijau), apa kerugiannya (topi hitam), dan apa untungnya (topi kuning). Kemudian jangan lupa untuk menggunakan topi biru sebagai pengarah, sudah sampai dimana permasalahan dibahas dan kesimpulan apa yang bisa diambil.

Menempelkan
Setelah kita mampu memilah-milah antara fakta, ide, emosi, dan lain-lain dengan topi-topi tersebut. Kemudian kita bisa menghubungkan topi-topi tersebut menurut aturan tertentu :


Topi putih dan Topi merah
Penggunaan topi putih ada kalanya sangat dekat dengan topi merah, misalnya ketika ada yang mengatakan “Saya merasa bahwa minuman ini nantinya akan laris di pasaran”, memang disini kita tidak jelas kepastiannya, Namun bila kita punya data dan fakta (penjualan jenis minuman yang sama, pengujian pasar, dll) itu berarti kita punya fakta yang masuk akal. Ungkapan keragu-raguan adalah topi merah, tapi ini bisa didukung dan berdasar fakta yang valid (topi putih)

Topi hitam dan Topi kuning
Berpikir menggunakan kedua topi ini sama-sama berpikir yang sifatnya menilai dan harus dengan alasan yang kuat, karena apabila tidak maka penilaian kita sifatnya perasaan atau intuisi dengan begitu topi merahlah yang dipakai. Topi hitam melakukan penilaian kritis dan mencegah kita untuk melakukan kesalahan atau hal yang sembrono, misalnya dengan menggunakan pernyataan “Apakah ini benar/cocok ?” atau “Apa saja resikonya ?” Sedangkan topi kuning digunakan untuk mencari manfaat dan keuntungan “Keuntungan apa yang akan kita peroleh ?”. Kedua topi itu sepenuhnya logis dan saling melengkapi satu sama lain.

Topi Hijau dan Topi Biru
Topi hijau adalah lawan dari topi biru, topi hijau penuh dengan energi kebebasan berpikir, sedangkan topi biru berisi pengendalian dan pengarahan proses berpikir. Berpikir kreatif bisa dimunculkan dengan pemakaian topi hijau, karena hal ini berarti gagasan baru, solusi baru, provokasi dan alternative baru. Tidak ada jawaban yang salah bila kita sedang memakai topi hijau. Apabila ada pertanyaan “Bagaimana caranya mempercepat pengiriman barang ?” bisa saja seorang dengan topi hijau mengajukan usul “Pasang mesin jet dan sayap di setiap truk ekspedisi supaya bisa terbang !” Tentu saja kita harus pakai topi yang lain setelah topi hijau dilepas. Sedangkan ketika menggunakan topi biru, bayangkanlah langit biru dan kita ada disana naik helicopter (helicopter view) maka kita bisa melihat seluruh kota dengan jelas. Begitu pula ketika menggunakan topi biru maka kita akan mengarahkan si topi hijau untuk mengontrol proses berpikir menjadi lebih realistis dan sesuai dengan tujuan utama. Pertanyaan yang bisa digunakan ketika memakai topi biru adalah “Dimana posisi kita sekarang ?” atau “Apa langkah selanjutnya?” Dengan itu kita bisa mengambil kesimpulan.

Membentuk
Setelah kita tahu bagaimana hubungan antar topi maka analogi dari proses “membentuk” Sang Tukang Kayu adalah bagaimana kita bisa menggunakan keenam topi ini dengan efektif ? Ada dua cara menggunakan keenam topi tersebut yaitu penggunaan yang sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan yang sistematis.
Kita menggunakan topi sesuai kebutuhan saja. Dalam arti suatu saat kita mungkin hanya perlu menggunakan salah satu topi saja, atau dua. Topi tersebut memberi jalan untuk mengarahkan serta mengganti alur pikiran. Sedangkan untuk penggunaan yang sistematis berarti kita menggunakan keenam topi itu secara berurutan atau berganti-ganti dengan tujuan tertentu dan setiap topi bisa digunakan lebih dari satu kali. Misalnya untuk aktivitas seperti :

Mencari Ide
Maka urutan warnanya mungkin :
Putih : Mengumpulkan informasi
Hijau : Eksplorasi lebih lanjut dan temukan alternative-alternatif
Kuning : Nilai manfaat, keuntungan setiap alternatif
Hitam : identifikasi kelemahan dan bahaya setiap alternative
Hijau : Kembangkan lebih lanjut alternative yang lebih menjanjikan dan pilih
Biru : Simpulkan proses yang telah dicapai dalam proses berpikir ini
Hitam : Buat penilaian terakhir terhadap alternative yang dipilih, resiko-resikonya
Merah : Apa yang dirasakan / pendapat kita tentang alternative yang dipilih

Bereaksi Terhadap Suatu Ide
Dalam hal ini ide sudah diperoleh dan informasi latar belakang juga sudah diperoleh :
Merah : Apa yang kita rasakan / pendapat pribadi tentang ide
Kuning : Cari manfaat ide tersebut
Hitam : Cari kelemahannya, masalah, dan bahaya ide tersebut
Hijau : Berdasar info yang didapat pada topi kuning dan hitam, tentukan apakah ide tersebut bisa diubah ?
Putih : Cari dan perkaya lagi informasi yang ada untuk membantu menguatkan ide tsb (kalau masih ada perasaan (topi merah) yang mengganjal)
Hijau : Kembangkan bentuk akhir
Hitam : Beri penilaian bentuk akhir
Merah : Bagaimana perasaan kita tentang hasil akhir ini.

Urutan Pendek
Kuning/hitam/merah : untuk menilai suatu ide dengan cepat
Putih/hijau : untuk mencari ide
Hitam/hijau : untuk menyempurnakan ide yang sudah ada
Biru/hijau : untuk menyimpulkan dan mendata alternative-alternatif
Biru/kuning : untuk melihat apakah proses berpikir yang sedang dilakukan bermanfaat

Berikut tadi proses metode enam topi berpikir dan sebenarnya masih bisa dilakukan alternative-alternatif penggunaan yang lain. Keenam topi berpikir itu biasanya digunakan satu persatu dalam alur berpikir. Dalam penggunaan yang sistematis, urutan topi berpikir dapat memandu proses berpikir sesuai dengan kebutuhan. Dengan begitu diharapkan penyelesaian masalah atau pembahasan ide-ide baru dalam sebuah rapat / meeting dapat dilakukan dengan efektif dan efisien tidak perlu sampai berjam-jam apalagi sampai larut malam dan Pak Joko pun tidak akan pulang terlambat lagi sehingga bisa bertemu dengan istri dan anak-anaknya…