" Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca..."

Friday, April 17, 2009

Generalfeldmarschall Erwin Rommel (The Desert Fox)


Seperti halnya von Manstein, Generalfeldmarschall Erwin Rommel (15 November 1891 – 14 October 1944) juga seorang ahli taktik dalam pertempuran terutama perang gurun. Namun Rommel yang juga memiliki julukan "Rubah Gurun" (Desert Fox) ini jauh lebih dikenal meskipun lingkup kepemimpinannya lebih kecil daripada Manstein. Puncak kesuksesan Rommel adalah ketika dia memegang kepemimpinan divisional yaitu Deutsches Afrikakorps dan mengalahkan Inggris di Libya, berbeda dengan Manstein yang memimpin Army Group. Hal ini yang membuat Manstein bisa dikatakan lebih senior juga lebih mumpuni daripada Rommel, namun lepas dari itu keduanya merupakan ahli strategi perang dari Jerman yang paling disegani pada masanya.

Rommel sangat dikenal sebagai seorang yang sangat sopan humanis, bahkan sekutu sekalipun menghormati Jendral yang satu ini. Ketika Jendral Jerman yang lain tidak mempedulikan apakah tawanan perang perlu dibunuh atau tidak. Rommel sangat memperhatikan nasib tawanannya, bahkan untuk mengorek keterangan dari mereka Rommel tidak pernah percaya metode siksa itu efektif, justru ia sendiri sebagai komandan tertinggi mendatangi sendiri tawanannya, mengundangnya makan dan ia mengajaknya mengobrol santai mengenai hobinya, dengan kesabaran yang tinggi dan baru setelah berkali-kali bertemu dan ada kedekatan personal Rommel mulai "menginterogasi" tanpa si tawanan tahu bahwa dirinya sedang diinterogasi. Setelah keterangan didapat Rommel akan membebaskan sang tawanan dan diminta kembali ke kesatuannya. Pada akhir Perang Dunia (PD) 2 seluruh anggota Divisi Afrikakorps tidak dituduh sebagai penjahat perang, karena perlakuan baiknya pada tawanan perang, Rommel juga mengabaikan perintah untuk membunuh tawanan Yahudi.

Bahkan ketika Rommel didekati oleh Jendral Ludwig van Beck dan Dr.Carl Goerdener untuk bergabung dalam kelompok "July Plot" dan merencanakan pembunuhan Hitler dan Rommel menolak bukan karena ia pendukung Hitler, tapi ia menolak karena ia tidak setuju bila Hitler dibunuh karena justru menjadikannya seorang martir, ia menyarankan Hitler ditangkap dan diadili.Meskipun akhirnya tidak tergabung dalam kelompok ini, ketika usaha pembunuhan Hitler itu gagal Rommel ikut ditangkap karena dianggap mendukung pemberontakan tersebut dan ia diminta memilih ditangkap bersama keluarganya kemudian dituduh menghianati negara atau bunuh diri dengan meminum racun dan keluarganya tidak akan diganggu. Rommel memilih yang kedua. Ia meninggal pada Oktober 1944 dan saat itu secara resmi diberitakan meninggal karena kanker otak.

Erwin Johannes Eugen Rommel lahir di Heidenheim, Jerman pada 15 November 1891. Ia seorang anak kepala sekolah yang karena gagal masuk sekolah teknik lalu bergabung dengan angkatan bersenjata (AB) Jerman. Sebagai seorang letnan di Front Barat (western front) pada PD 1 Rommel mendapatkan tanda jasa keberanian "Iron Cross" bulan Januari 1915. Setelah PD 1 usai, Rommel mengajar di Sekolah Infantri Dresden dan kemudian pada 1937 menerbitkan buku "Infanterie greift" (Infantry Attacks) dan "Panzer greift" (Tank Attacks) terbit pada tahun 1938.Pada operasi "Fall Gelb" (Case Yellow) untuk menyerang Prancis pada 1940 Rommel mengkomandani 7th Panzer Division yang merupakan bagian dari "XV Korps" yang dikomandani oleh Generaloberst Hermann Hoth. divisi ini juga dijuluki "Divisi Hantu" (Ghost division) karena serangannya yang sangat cepat, tak terduga, dan mengandalkan kecepatan ini untuk meruntuhkan moral musuh. Divisi ini yang merangsek tentara ekspedisi Inggris (British Expeditionary Forces / BEF) ke utara hingga terdesak hingga ke selat Inggris di Dunkirk dan menusuk ke pedalaman Prancis hingga ke perbatasan Spanyol tanpa terkalahkan meskipun sebenarnya tank-tank "Panzerkampfewagen/Pzkfw IV" (Panzer/Pz IV) Jerman lebih lemah dan kalibernya lebih kecil daripada Tank Matilda milik Inggris dan Prancis kala itu yang sangat kuat, namun lamban. Selain kecepatan, taktik Rommel untuk menghancurkan divisi tank Inggris dan Prancis adalah dengan menggunakan meriam "88mm guns" yang sejatinya adalah meriam anti serangan udara namun efektif digunakan untuk menghancurkan tank.

Pada awal 1941 Rommel dikirim ke Afrika dan mengkomandani "Deutsches Afrikakorps" dalam "Operation Sonnenblume" untuk membantu tentara Italia yang baru saja dikalahkan pasukan Inggris yang dikomandani Mayor Jendral Richard O'Connor. Rommel diperintahkan untuk mengambil posisi bertahan (defensive) di Agedabia dan Benghazi. Namun Rommel lagi-lagi menyarankan bahwa kecepatan adalah yang utama. Rommel memilih untuk menyerang dan menguasai seluruh semenanjung Cyrenea di Libya untuk meruntuhkan moral pasukan Inggris. Langkah berani dan nekat ini yang membuat Rommel dikenal sebagai ahli taktik "blitzkrieg" (serangan kilat), meski dengan pasukan yang pas-pasan karena suplai logistik yang terbatas disebabkan dominasi kekuatan laut Inggris di selat gibraltar dan laut tengah banyak menenggelamkan kapal-kapal Jerman.

Rommel mulai menyerang Agedabia bulan Maret 1941 dan membuat pasukan Inggris mundur ke Benghazi. Serangan kilat ini membuat Komandan Tertinggi pasukan Inggris Timur Tengah, Jendral Archibald Percival Wavell kurang "pede" dan memerintahkan pasukan mundur dari Benghazi karena mengira pasukan Jerman sangat kuat. Rommel sendiri selalu memimpin pasukan di garis depan di setiap pertempuran dan ini menumbuhkan kepercayaan diri pasukannya dan melemahkan moral musuhnya. Namun Rommel tidak menyadari kelemahan utama pasukan Jerman, yaitu suplai logistik yang seret ditambah garis depan yang semakin jauh dari markas utama (headquarter/HQ) karena pasukan terus maju dan Rommel tidak pernah ke HQ karena terus ikut bertempur, kelemahan ini sudah disampaikan oleh beberapa stafnya yaitu Generalmajor Johannes Streich, komandan 5th Light Division dan komandan pasukan Italia, Jendral Italo Garibaldi. Namun Rommel menanggapinya dengan enteng "Kita tidak bisa membiarkan kesempatan emas ini hilang hanya karena masalah sepele!"


Sementara itu melihat pasukan Inggris semakin terdesak Rommel terus merangsek, merebut berbagai kota hingga ke Gazala. Pasukan Inggris bertahan di Tobruk (Siege of Tobruk), di kota ini Inggris memiliki keunggulan karena disini terdapat pelabuhan besar dan suplai logistik berdatangan memperkuat pasukan Inggris di bawah komando Letnan Jendral Philip Neame dan stafnya Mayor Jendral Richard O'Connor. Pasukan Rommel tertahan disini dan mengira bahwa pasukan Inggris yang terdesak mulai dievakuasi lewat pelabuhan, seperti di Dunkirk. Namun yang terjadi justru sebaliknya kapal-kapal Inggris bukannya menyelamatkan tapi menambah jumlah pasukan dan tank untuk memberikan bantuan. Kondisi ini membuat Tobruk semakin kuat dan Jendral Heinrich Kirchheim, staf Rommel, mulai menyadari hal ini dan mengkritik Rommel yang terlalu "pede" untuk terus menyerang.

Pasukan Jerman yang mengepung Tobruk kemudian diserang balik dalam "Operation Crusader" oleh pasukan Inggris yang dipimpin oleh Jendral Claude Auchinleck yang menggantikan Jendral Archibald Wavell. Saat itu Rommel mengepung dengan kekuatan 260 tank dan dibantu pasukan Italia dengan 154 tank tanpa dukungan pesawat tempur, sedangkan Inggris yang dikepung berkekuatan 770 tank dan 1000 pesawat tempur didalamnya termasuk "XXX corps", "XIII corps", dan British 8th Army.Rommel tahu benar kekuatan pasukannya kalah jumlah, namun ia punya taktik jitu yaitu dengan membuat "mock-up tank" atau tank palsu di markasnya dengan kayu untuk mengelabui pesawat pengintai Inggris, sehingga Inggris mengira kekuatan pasukan Rommel hingga 2 atau 3 kali lebih banyak daripada yang sebenarnya.Auchinlek yang tidak menyadari kekuatan pasukan Jerman yang kecil tidak berani menyerang secara frontal dan justru memerintahkan "XXX corps" menyerang pasukan Italia yang berada di kota Bardia dengan susah payah untuk memancing Rommel melepaskan kepungannya, namun Rommel tidak terpancing dan justru pasukan Inggris yang kemudian terkepung di Bir el Gobi. 15th Panzer Division Afrikakorps dan Ariete Italian Division kemudian menghancurkan "XXX corps" dan melemahkan superioritas pasukan Inggris.

Pertempuran terakhir itu semakin melemahkan Afrikakorps meski tidak disadari Inggris, Rommel hanya memiliki 100 tank dan terus dibombardir oleh RAF (Royal Air Forces/ AU Inggris) dan memutuskan untuk mundur ke Gazala kemudian mengambil posisi bertahan di El Agheila pada Desember 1941. Pada bulan April 1942 Afrikakorps memperoleh bantuan suplai logistik dan tank baru membuat Rommel merencanakan kembali menyerang Inggris dengan kekuatan 320 tank Jerman dan 240 tank Italia dalam "Battle of Gazala". Sementara Inggris berkekuatan 900 tank, 200 diantaranya "Grant Heavy Tank" yang baru saja datang. Serangan kilat Rommel ini lagi-lagi membuat pasukan Inggris semakin turun moralnya dan pada tanggal 15 Juni 1942 33,000 pasukan Inggris menyerah di Tobruk. Rommel kemudian dipromosikan menjadi GeneralFeldmarschall atas kemenangan ini.

Tidak berhenti sampai disitu Rommel kemudian terus merangsek hingga ke El-Alamein di perbatasan Mesir dan kembali memperoleh kemenangan namun masalah awal kembali terjadi akibat suplai logistik kembali seret Afrikakorps yang kini menguasai wilayah yang begitu luas, tapi tidak memperoleh bantuan logistik yang memadai.Inggris, yang menyadari ancaman Rommel bahwa kemenangan bukan dari superioritas jumlah tapi dari karakter pemimpinnya kemudian mengganti lagi komandan pasukannya. Auchinlek digantikan Jendral Harold Alexander dan stafnya Jendral Bernard Montgomery serta mendapatkan 100,000 ton suplai logistik dari Mesir untuk memperkuat pasukan. Sementara itu meskipun menguasai kota-kota utama Afrikakorps yang terdiri dari 15th and 21st Panzer Division, 90th Light Division dan Italian XX Motorized Corps tetap terkatung-katung.

Pada bulan September 1942 Rommel jatuh sakit dan ketika Inggris menyerang, ia berada di Italia. Afrikakorps dipimpin oleh General Georg Stumme dan mampu bertahan dari serangan Inggris di El-Alamein, ketika Rommel kembali muncul permasalahan besar akan ketiadaan bahan bakar dan hanya bisa bertahan dari gempuran artileri dan serangan udara Inggris hingga Rommel pada akhirnya hanya memiliki 35 tank dalam pasukannya dan memutuskan untuk mundur dari El-Alamein ketika Jendral Montgomery menyerangnya dengan kekuatan 500 tank. Ketika mundur dengan kekuatannya yang sangat terbatas Rommel masih sempat menghancurkan pasukan Amerika "U.S. II Corps" yang berusaha memotong jalur suplai Afrikakorps di Tunisia pada "Battle of Kasserine Pass". Pada Januari 1943 Rommel diperintahkan kembali ke Jerman untuk menyiapkan pertahanan dari serangan sekutu di Prancis dan menyerahkan komando "Panzer Army Africa" pada Jendral Giovanni Messe dari pasukan Italia, kemudian pada 13 Mei 1943 Messe dan sisa pasukannya menyerah pada sekutu.Dalam surat-menyurat dengan istrinya di akhir perang Afrika, kemudian Rommel menyadari kesalahannya dan ketidaksabarannya untuk meraih kemenangan justru menyerangnya balik hingga pasukan Jerman dikalahkan di Afrika.


Belajar dari pengalaman perang tank di Afrika, Rommel menyarankan untuk membubarkan divisi-divisi tank menjadi kesatuan2 kecil karena pergerakan tank dalam jumlah yang besar akan menjadi santapan empuk pesawat-pesawat tempur sekutu dan angkatan udara Jerman (Luftwaffe) jelas pada saat itu sudah lemah dan tidak bisa menandingi kekuatan udara sekutu. Rencana ini ditentang mantan atasannya Jendral Gerd von Rundstedt. Selain itu Rommel memperkirakan sekutu akan mendarat di Normandy, sementara Jendral yang lain menyiapkan pertahanan di Pas-de-Calais. Kesimpangsiuran strategi ini kemudian membuat kekuatan Jerman terpecah-pecah. Terbukti kemudian sekutu mendarat di Normandy pada tanggal 6 Juni 1944. Pada Juli 1944 Rommel mengalami kecelakaan mobil dan harus dirawat hingga ia tidak memiliki peran dalam melawan sekutu pada saat itu dan praktis perannya sudah habis ketika ia dituduh berkhianat dan dipaksa bunuh diri 3 bulan kemudian.

Wednesday, April 15, 2009

Generalfeldmarschall Erich von Manstein (Jendral ahli strategi)


Generalfeldmarschall Erich von Manstein (November 24, 1887–June 9, 1973), salah satu jendral jenius strategi di pihak angkatan bersenjata (AB) "wehrmacht" Jerman, pada perang dunia 2. Bersama Jendral Gerd von Rundstedt, Manstein memberikan alternatif strategi atas rencana Jendral Franz Halder untuk menyerang Prancis. Asal tahu saja, setelah Perang dunia (PD) 1 Prancis membangun perbentengan masif di sepanjang perbatasan Prancis-Jerman yang dikenal dengan nama Garis Maginot "Maginot Line", hal ini dilakukan sengaja untuk menghadang serangan dari Jerman, belajar dari pengalaman Perang Parit (Trench War) di PD 1.

Alih-alih menyerang langsung dari Negeri-negeri Rendah (Low Countries) yaitu Belgia, Belanda, dan Luxemburg seperti yang direncanakan dan memang sudah diperkirakan oleh pihak sekutu, karena Jerman tidak mungkin nekat menembus Maginot Line. Manstein menyarankan untuk melakukan serangan melalui hutan Ardennes yang sebelumnya tak pernah terbayangkan karena mustahil dilewati. Manstein percaya diri dengan strateginya karena belajar dari pengalaman "serangan kilat" (blitzkrieg) di Polandia yang mengutamakan divisi lapis baja (panzer corps) sedangkan pasukan infanteri menyerang dengan rencana awal yaitu melewati Belgia, untuk mengelabui pasukan sekutu karena mengulang strategi serangan Jerman di PD 1 (Schiefflen Plan). Sementara sekutu berkonsentrasi untuk bertahan maka divisi Panser yang dipimpin oleh Jendral Heinz Guderian akan menguasai titik terlemah Prancis, kota Sedan di sebelah barat Ardennes.

Manstein membayangkan pasukan sekutu akan terbelah dan terkepung. Sekali dayung, dua pulau terlampaui kata pepatah, selain memecah konsentrasi sekutu yang dipimpin oleh Jendral Prancis Maurice Gamelin. Pasukan Jerman juga akan menyerang Garis Maginot dari belakang (outflanked) dan membuyarkan pasukan pertahanan Prancis.Seperti yang Manstein bayangkan, operasi Fall Gelb (Case Yellow) ini sukses besar dan membuat pasukan sekutu kocar-kacir termasuk pasukan inggris (British Expeditionary Force/BEF) yang dikomandani oleh Jendral Gort yang memang disiagakan untuk menghadang Jerman.
Pasukan ini dikejar oleh Erwin Rommel 7th Panzer Division kemudian tercerai berai dan mundur ke Dunkirk yang memaksa Inggris untuk melakukan operasi penyelamatan (Operation Dynamo) pada 198,000 tentara Inggris dan 140,000 tentara Prancis yang terkepung di pantai Dunkirk. Meski Maurice Gamelin kemudian digantikan oleh Jendral Maxime Weygand, ini tidak menghentikan serangan Jerman yang merangsek ke selatan menuju Paris. Prancis menyerah pada tanggal 22 Juni 1940, dua bulan setelah Jerman memulai serangan.Nama Manstein mulai dikenal setelah operasi yang sukses ini karena pada saat itu kekuatan Jerman ketika menyerang lebih sedikit dibandingkan dengan gabungan pasukan sekutu (Prancis, Inggris, Belgia, dan Belanda).

Sukses Manstein kembali terlihat di front timur melawan Soviet pada pertempuran Sevastopol, Kharkov,Perekop Isthmus, dan Kerch. Namun karena pertentangannya dengan Hitler mengenai perlunya menyerang Soviet dan kegagalannya dalam operasi penyelamatan German 6th Army yang terjebak di Battle of Stalingrad, Manstein -yang tidak pernah menjadi anggota partai Nazi- kemudian dicopot oleh Hitler dari jabatannya pada bulan Maret 1944.

Manstein ditangkap dan dipenjara Sekutu pada 1949 dan dibebaskan pada tahun 1953 kemudian menjadi penasehat militer pemerintah Jerman Barat. Dalam bukunya yang terbit pada 1958 "Verlorene Siege" (Lost Victories) Manstein menyatakan bahwa pertempuran melawan Soviet di front timur bisa dimenangkan bila Jerman mengutamakan strategi dari para Jendralnya, bukan dari Hitler.