" Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca..."

Friday, July 11, 2008

Level Of Evaluation


Ketika membahas soal tes, khususnya ujian sebagai evaluasi dan tolok ukur keberhasilan belajar dan mengajar ada teori kontemporer yang namanya Level Of Evaluation (LoE). Artinya kita melakukan evaluasi itu lingkupnya sampai dimana. Penjelasan singkatnya kira-kira seperti ini...

Level 1 --yang paling rendah-- artinya kita mengukur pelaksanaan evaluasi itu sendiri, misalnya pas akhir kuliah kita dibagiin kuisoner evaluasi itu baru LoE-1 karena yang diukur persepsi baik-buruk proses kuliah itu sendiri. Sedangkan tujuan utama dosen memberikan kuliah adalah memberikan materi yang bisa diserap oleh mahasiswa dan diaplikasikan. Jadi kayak kalau kita besok mau pergi ke pantai kita ngecek ban motor bocor nggak...entah besok jadi pergi atau nggak, yang penting motor beres dulu.


Level 2, seperti melakukan pretest-posttest. Di level ini kita menguji pemahaman testee (mahasiswa) mengenai materi yang diajarkan oleh tester (dosen) tepat setelah tester selesai memberikan materi. Jadi kalau kita besok mau pergi ke pantai, mesti tahu dulu jalan ke pantai..kalau level ini gagal bisa jadi kita malah mblasuk ke gunung.

Level 3, di level ini masih seperi pre-post test hanya diberi rentang waktu tertentu. Misalnya setelah kuliah satu semester trus diberikan ujian -- seperti pada umumnya ujian itu baru masuk LoE.3 -- karena kita dijejali materi dalam jangka waktu tertentu untuk kemudian diberikan tes (baca:ujicoba) apakah kita sebagai mahasiswa paham nggak dengan apa yang sudah dikuliahkan. Biasanya disinilah yang disebut classroom test dengan metode paper and pencil.
Sebagai catatan : soal tes yang sifatnya pilihan ganda, hafalan, atau soal lain yang sifatnya kuantitatif berhenti sampai level ini meski relatif lebih mudah mengukur validitas dan reliabilitasnya. Sedangkan soal yang sifatnya Essay, analitik, meski lebih sulit mengukur validitas dan reliabilitasnya bisa lanjut ke level 4. Kalau bicara dari sudut pandang filsafat, di level ini kita baru bicara masalah logika (benar-salah)

Level 4, disini kita masuk ke esensi kuliah itu sendiri. Yang diukur adalah bagaimana mahasiswa bisa mengaplikasikan apa yang didapatkan dari materi kuliah itu tadi. Misalnya mahasiswa fakultas "tata boga" jurusan "memasak nasi goreng". Disana mahasiswa diberikan mata kuliah tentang sejarah nasi goreng, macam-macam nasi goreng, bumbu nasi goreng, alat masak nasi goreng, cara efektif membuat nasi goreng, atau konteks nasi goreng dalam sosiologi masyarakat pedesaan, dll, dsb.
Di LoE.3 mahasiswa jurusan ini mesti menguasai seluruh materi tersebut itu, misalnya di dapat A di semua mata kuliah, orang ini tahu ternyata nasi goreng juga ada di pedalaman mongolia, dia tahu "penemu" nasi goreng, dia hafal alat-alat masak nasi goreng dari arang yang tepat hingga anglo yang standar untuk bikin nasi goreng terenak. Tapi apakah dia sudah bisa bikin sendiri nasi goreng yang bener enak dengan segala teori itu ? Belum tentu ! Begitu juga makanya mahasiswa berbeda dengan murid SMU yang cukup berhenti di LoE.3, setiap mahasiswa dituntut untuk mengaplikasikan segala macam segala teori ini dengan penelitian yang termanifestasi pada Skripsi/Tugas Akhir/Praktek Kerja Lapangan/dll. Disinilah mahasiswa jurusan nasi goreng tadi dituntut untuk melakukan Praktek Masak Nasi Goreng. Kalau bicara dari sudut pandang filsafat, di level ini kita masuk tataran estetika (enak-nggak enak, indah-jelek)

Level 5, pada level ini seseorang sudah tidak dipertanyakan lagi mengenai pemahaman dan aplikasi dia terhadap penguasaan materi baik secara teori maupun praktek. Yang dipertanyakan disini adalah apakah dia bisa menularkan ilmunya tersebut kepada orang lain atau tidak, karena ilmu yang tidak ditularkan tidak akan banyak gunanya. Soalnya dia sendiri tidak selamanya ada, dengan menularkan ilmunya (bisa dengan menulis, mengajar, dll) dia mengabadikan ilmunya dan bisa berguna bagi banyak orang.
Nah, di level ini kita sudah masuk tataran etika (baik-buruk), masuk tataran moral. Kenapa universitas didirikan ? supaya masyarakat melek ilmu dan bisa meningkatkan taraf hidupnya serta taraf hidup orang lain itu masalah moral. Jadi Lembaga universitas didirikan dengan tujuan yang ada kaitannya dengan moralitas, mestinya outputnya -- mahasiswa itu sendiri -- harus bisa membahasakan ilmunya dalam tataran etika dan moralitas pula !

Kehidupan itu amat sederhana. Kau lakukan sejumlah hal,
sebagian besar gagal sebagian lagi berjalan.
Leonardo da Vinci (Ilmuwan-seniman 1452-1519)