" Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca..."

Friday, February 6, 2009

Jakarta Padrover Adventure #1


Karena publikasi dalam bentuk foto belum juga di upload. Mere kehilangan chargerkamera Kodak 10.1 Mp-nya dan Dinaya tampaknya masih berusaha untuk belajar meng up load foto di facebook barunya, sayang hingga saat ini belum juga nongol. Maka supayatidak kehilangan momen saya tulis saja. Konon sejarah berawal dari tulisan, makasaya merasa tidak bertanggung jawab jika tidak menorehkan secuil tulisan yangmenceritakan peristiwa kecil bersejarah (soalnya jalan2nya di situs sejarah) di hari Minggu pagi 1 Februari 2009 itu...hehe
Bermula dari diskusi sebelum tidur, kala itu saya yang baru "jaga malam" di RSP Pertamina bertemu dengan dek Sandya, lulusan arsitektur UGM yang sekarang bekerja di sebuah bank pelat merah yang kebetulan juga sedang "fesbukan". Dalam diskusi yang kurang bermutu tersebut muncul ide untuk menggelar kembali acara kumpul-kumpul Padrover (baca : Ambalan YS-K) kompartemen Jakarta dan sekitarnya Akhirnya kami setuju untuk mengadakan pertemuan yang pertama berjudul "Jelajah Museum Jakarta #1" Ide, tujuan, sekaligus visi dan misinya adalah kita ingin keliling dari museum ke museum di bilangan Kota tua Jakarta dan berfoto-foto disana. titik.
Berangkat dengan ide, tujuan, visi, dan misi yang teramat sederhana tersebut saya dan sandya berusaha memobilisasi dan mendata para mantan personel Padrover yang sekarang terdampar dan berserak di Jabodetabek. Search engine saya menemukan nama Merejanah_deux, yang ternyata nama samaran dari Meredian Alam, seorang jebolan Padmanaba yang nunggak setahun. Mendengar ide tersebut, Mere yang kini bekerja di sebuah perusahaan multinasional yang punya fitnes center sendiri di daerah Cilandak itu tak terkira girangnya bahkan saya langsung diminta untuk menginap di kos-kosan elitnya. Mungkin karena rekan-rekan sekantornya tidak dapat memahami penolakan prinsipalnya terhadap dunia dugem yang mereka gemari jadi bisa dibilang Mere jarang "dolan" (yang dalam kamus Padrover dolan selalu berarti kumpul-kumpul, foto-foto, njuk mangan-mangan) bersama generasi ajep-ajep ini.
Sementara itu kawan Sandya memobilisasi personel dari kawasan Jakarta Pusat dan sekitarnya dan menemukan makhluk-makhluk aneh dari tlatah mataram bernama Dinaya, Risti,dan Ratna.
Alhasil hari H-1 saya meluncur ke Cilandak dengan motor legendaris AB 3934 WF keluaran tahun 2004 yang baru saja saya servis di Ahass dua minggu sebelumnya tapi rantainya sudah kembali dol. Perjalanan Karawaci - Serpong - Ciledug - Kebayoran Lama - Permata Hijau - Pondok Indah - Lebak Bulus- cilandak memakan waktu 2 Jam lebih sedikit, ternyata rute itu lebih jauh dari yang saya bayangkan dibandingkan rute biasanya yang saya pakai untuk menuju daerah Jakarta Selatan via Ciputat. Mendung sudah menggantung di langit sore ketika motor saya melaju melewati Cilandak Town Square menuju gedung Ratu Prabu 2, tempat saya bertemu Mere yang sudah bermandi keringat karena habis fitness.
Malamnya...anda bisa bayangkan sendiri lah. Saya sendiri di kamar bersama Mere sekasur, sebantal berdua ditemani majalah-majalah semacam Men's Health baik yang impor maupun lokal dan terserak pil-pil steroid penumbuh otot berdampingan dengan kecap bango dan wader goreng. hehe..
Minggu pagi setelah sarapan di warteg, saya, Mere, helm baru Mere, 2 botol Nu Tea, sekaleng abon, dan dua buah kamera digital berangkat menuju Kota tua. Tak berapa lama kemudian kami sudah duduk persis di depan Museum Fatahillah dengan menikmati bekal abon kami. Setengah jam kemudian muncul seseorang dari kejauhan, dengan kostum batik coklat dan sampai jarak 100 meter saya masih belum mengenali identitasnya setelah saya terkaget-kaget ternyata Dinaya sudah bukan Dinaya yang dulu lagi. Dinaya yang sekarang sangat langsing, tentu saja kata langsing disini jangan dibandingkan dengan langsing-nya Mas Joko atau Mas Juan, tapi dibandingkan dengan "appearrance" terakhir kali saya melihatnya (3-4 tahun yang lalu) sudah dapat dibilang revolusioner. Selamat Din ! Tak lupa Dinaya membawa amanah kakaknya Asa Paramesti untuk membagikan sovenir manten berupa cermin-cermin kecil yang lucu sekantong penuh dengan setengah memaksa, ben gawanane mulih enteng katanya.
Ketika Mere dan Dinaya sedang poto-poto "pre-wedding" muncul mbakRisti dari kejauhan dengan kaus biru dan jilbab kriwil-kriwilnya. Tak ada perubahan yang signifikan dari senior yang satu ini selain dirinya sudah pindah kerja menjadi anak buahnya Sudi Silalahi di sekneg.
Cukup lama kami menunggu tim inti yang lain sampai kami memutuskan untuk berjalan dulu menuju museum wayang di sebelah barat Museum Fatahillah, museum ini tidak begitu indah ketika masuk suasana terlihat gelap, lembab, dan suram. Terlihat beberapa orang wira-wiri dan dua orang penjaga tiket berbaju batik terlihat ogah-ogahan melayani Tiket masuk seharga 2 ribu per orang itu pun terasa cukup mahal dibandingkan kondisi museumnya, kami harus meniti anak tangga yang berderit-derit, tidak boleh poto2, dan display wayangnya yang tidak ergonomis bagi pengunjung. Mere sampai kasihan dengan wayang-wayang lusuh yang saling berdesak-desakkan itu.. "Kok ra do sumuk yo" katanya.Mungkin saja kalau malam mereka hidup dan berjalan-jalan untuk cari es teh dan melepas lelah karena dipajang di ruang pengap. Belum 20 menit berjalan tahu-tahu rute sudah verbodden dengan tulisan "SEDANG DIRENOVASI" meski kami tidak melihat tanda-tanda adanya renovasi. Wah nyebai, batinku. Kami kemudian harus berbalik lagi. Untungnya Sandya bersama Ratna sudah sms bahwa mereka akhirnya sudah sampai dan sudah nongkrong di depan museum Fatahillah. Kami pun cepat-cepat keluar sebelum wayang-wayang seram itu bangun dan mengejar.
Tepat jam setengah 12 siang kami ber-enam anggota JakPad (Jakarta Padrover) masuk ke bekas kantor gubernur jendral Hindia Belanda tersebut. Sesuai dengan visi misi semula kami pun berfoto-foto di dalam museum, di samping prasasti kebon kopi dan prasasti ciaruteun. Kami berpikir bahwa tidak begitu penting untuk membaca secara lengkap isi prasasti tersebut, jadi kami lanjut saja. Selain karena rame dan cukup pengap juga maka kami kemudian menuju taman di halaman belakang museum, disanalah Mere dan Sandya memuaskan hasrat narsisnya untuk melakukan pose-pose hot, terutama Mere yang seperti menemukan bakat alamnya sebagai model, sengaja dirinya berpose sampai 12 kali, kalau 10 kali kurang katanya, cuma sampai Oktober doang. Memang hasrat terpendamnya mau ndaftar jadi model kalender. Seingat saya esensi kegiatan ini tidak memasukkan unsur pendidikan, jadi memang tidak perlu menceritakan asal-usul gedung museum tersebut, hehe
Tadinya kami mau dhuhur di taman tersebut namun karena penuh sesak dengan pengunjung maka kami berenam memutuskan untuk lanjut ke museum berikutnya Museum Bank Indonesia dengan koleksi numismatiknya. Sepanjang jalan dua kamera digital Mere dan Dinaya tidak berhenti jeprat-jepret ditemani bakpao dan es potong. Sayang tidak ada kucing lewat untuk meden-medeni Sandya yang kucingphobia itu.
Setelah sholat di komplek museum BI kami pun mencari best spot untuk background foto bersama, akhirnya kami menemukan lorong bangunan lama yang cukup unik, kayak lorong2 di benteng vredeburg. Supaya tidak bosen saya mengusulkan supaya fotonya sambil loncat, tapi dasar cuma segerombol mantan-mantan yang sudah berumur untuk meloncat dua kali pun kami sudah ngos-ngosan. :DBaru sampai depan pintu masuk Sandya sudah heboh karena "Pintune mbukak dewe..!". Memang makhluk satu ini belum lama turun dari lereng gunung merapi untuk mengadu nasib di Jakarta, jadi kami pun memaklumi keheranannya akan teknologi mutakhir..hehehe,Bertolak belakang dengan dua museum sebelumnya, museum ini jauh lebih keren, ber-ac, dengan monitor flat dimana-mana sebagai penuntun pengunjung memahami sejarah bank Indonesia. Masuknya pun gratis.
Atraksi yang pertama adalah atraksi menangkap uang,dan yang paling penting boleh moto! Meski tidak boleh pake lampu flash. Wahana ini sangat menarik. Dalam ruangan yang gelap dan sejuk seperti di planetarium dengan bintang2nya terdapat gambar2 koin 3 dimensi yang beterbangan, melalui sensor bayangan pengunjung diminta untuk melingkarkan tangannya ke atas (seperti menyuruh anak2 pramuka untuk membentuk formasi melingkar), nah apabila gambar uang yang beterbangan itu masuk ke bayangan melingkar kita, maka uang itu akan berhenti sendiri dan muncul keterangan mengenai jenis koin, jaman apa koin itu digunakan sebagai alat tukar, dan berapa nilainya. Kami pun kegirangan bermain-main disini hingga pengunjung lain tergusur dengan polah kami yang gak karuan.
Perjalanan pun dilanjutkan ke ruangan diorama yang menggambarkan sejarah ekonomi dan model transaksi di nusantara dengan monitor2 layar sentuh kami melihat video mengenai cerita awal berdirinya bank Indonesia. Ruangan itu begitu bersih dan apik, terawat, dan alur pengunjung disesuaikan dengan waktu dari hindia belanda hingga jaman reformasi. Hingga di luar ruangan tersebut kami masih terpesona dan kembali berfoto-foto di dalam kompleks yang menyerupai Sekolah Sihirnya Harry Potter, ada kain-kain yang dipasang memanjang melayang di atap begitu banyak dan rapi. Sampai kami lupa rutenya ke arah selatan, kami malah foto-foto di taman yang bukan bagian dari alur pengunjung sampai diperingatkan dan diusir petugas, hehe.
Ruangan berikutnya adalah ruangan koleksi uang, ruangan itu bekas lemari besi yang sangat luas dengan pintu yang sangat tebal kayak di film2 yang ada perampokan bank-nya itu lho..Disana disimpan koin-koin dari jaman Majapahit hingga jaman modern, namun alur yang kami lalui terbalik jadi cerita yang kami baca disitu agak nggak nyambung, wah wis.Setelah terkagum-kagum dengan koleksi uangnya kami berfoto-foto (lagi) disana sampe puas. Tidak lupa sebelum keluar museum Dinaya meninggalkan gambar tangannya untuk dipajang di papan "saran dan pesan" di dekat pintu masuk. Supaya besok kalau mampir lagi bisa bilang "Kita dulu pernah kesini lho..la ini tanda tangannya" hehehe..Hingga waktu mau pulang kami baru sadar bahwa seharian baru makan bakpao, menyadari bahwa Mere satu-satunya personel yang bekerja di perusahaan yang ada fitness centernya (opo hubungane yo?) maka penanggung jawab utama urusan konsumsi adalah Mere, dan seperti dugaan kami Mere memang baik hati dan rajin menabung jadi kami bisa dengan santai ber-FGD di sebuah restoran fast food di stasiun kota sambil menentukan The Next Spot untuk kami kunjungi di PADROVER JAKARTA ADVENTURE #2!!!
Sebagai informasi bagi kawan-kawan yang mau bergabung, the next spot adalah TMS (Taman Marga Satwa) Ragunan, hari Minggu 1 Maret 2009 ! Yang mau bergabung bisa segera menghubungi Mere, Sandya, Dinaya, Ratna, Risti, atau Saya dengan uang pendaftaran 10rb gratis uang iuran bulanan (hehe ora ding..)

BK. Wijaya